JAKARTA – Kasus kepailitan Sing Ken Ken Boutique Hotel di Legian, Kuta, Bali, yang melibatkan PT Rendamas Realty dan pemilik hotel, Jane Christina Tjandra, kembali menjadi sorotan.
Meski telah bergulir sejak 2017, penyelesaiannya menemui banyak hambatan, termasuk dugaan penyimpangan yang melibatkan kurator.
Hotel yang dijadikan jaminan kredit kepada Bank UOB ini seharusnya mengikuti proses lelang sesuai aturan kepailitan. Namun, kerusakan berat pada bangunan serta hilangnya sejumlah aset berharga seperti tempat tidur, AC, televisi, dan peralatan kebugaran justru menjadi perhatian utama.
Pemilik hotel, Jane Christina Tjandra, menuding kurator yang bertugas telah lalai dalam menjaga aset tersebut.
“Saat saya memeriksa hotel tahun 2023, kondisinya sangat buruk. Banyak barang hilang, padahal kurator seharusnya bertanggung jawab menjaga aset, ” ungkap Jane Christina Tjandra usai melapor ke Bareskrim Mabes Polri, Senin (2/12/2024).
Dugaan keterlibatan kurator dalam penggelapan dan perusakan aset ini dilaporkan ke Ditreskrimum Polda Bali pada April 2023. Namun, hingga kini, kurator yang dipanggil untuk dimintai keterangan belum juga memenuhi panggilan polisi.
Situasi ini mendorong kuasa hukum Jane, Riyanta, S.H., untuk meminta agar kasus tersebut ditangani oleh Bareskrim Mabes Polri demi memastikan proses hukum yang lebih objektif.
Riyanta menilai bahwa persoalan ini mencerminkan lebih dari sekadar kelalaian individu. Ia menduga adanya potensi mafia peradilan yang melibatkan oknum kurator, pengadilan niaga, pegawai bank, hingga pihak-pihak lain.
“Ini jelas merugikan debitur secara material. Ada indikasi praktik kolusi yang memanfaatkan kelemahan sistem, ” ujarnya tegas.
Selain itu, Riyanta menyerukan pemerintah, termasuk Presiden Prabowo Subianto, untuk mengambil tindakan tegas dalam kasus ini.
“Jika dibiarkan, kasus serupa akan terus terjadi, menciptakan ruang subur bagi mafia peradilan, ” tambahnya.
Kasus kepailitan Hotel Sing Ken Ken kembali menyoroti lemahnya pengawasan dalam pemberesan aset di Indonesia. Riyanta menyebutkan bahwa beberapa kasus serupa telah diproses hukum, dan pelaku kurator telah dijatuhi hukuman pidana.
Namun, ia menekankan bahwa diperlukan pembenahan sistemik untuk menutup celah korupsi dalam proses kepailitan.
Harapan masyarakat kini tertuju pada penegakan hukum yang adil dan transparan, agar kasus serupa tidak berulang serta kepercayaan terhadap sistem peradilan dapat dipulihkan.
Menghubungi pihak salah satu kurator Umi Martina seperti enggan menjawab pertanyaan awak media yang menanyakan tentang barang - barang yang hilang.
"Baik Bapak, Kepailitan sudah berakhir, mohon maaf, tugas saya sudah selesai, thanks, " tulisnya dalam sebuah pesan elektronik, Selasa (10/12/2024).
Sambil memperlihatkan pengumuman di sebuah koran lokal di Bali.